Sunday, February 4, 2018

SYAIR PUTRI HIJAU 5

SYAIR PUTRI HIJAU 5
BAGIAN VI: RAJA ACEH MENYERANG

Lengkaplah sudah alat tentera
Masuk kekapal mahkota negara
Layar ditarik diputar jentera
Kapalpun melancar ditengah segara

Kata orang empunya madah
Angkatan itu berangkatlah sudah
Rakyat yang tinggal berhati gundah
Sayangkan sultan paras yang indah

Selama sultan berangkat itu
Datuk mangkubumi jadi pembantu
Duduk memerintah menggantikan ratu
Menyelesaikan perkara sepeninggal ratu

Tersebut pula kisah angkatan
Beberapa hari menempuh lautan
Kapal melancar dari Selatan
Jauhlah sudah dari daratan

Empat hari, cukup kelima
Sampai angkatan raja utama
Ke Labuhan deli, dikota lama
Turunlah sekalian hulubalang panglima

Terkejutlah orang hilir dan hulu
Melihat kapal banyak terlalu
Datangnya itu tiada kelulu
Tiada tentu siapa penghulu

Penghulu pasar pergilah segera
Mendapatkan angkatan Aceh negara
Ia bertanya gemetar suara
Dari mana datang tuan-tuan saudara

Lalu menjawab seorang menteri
Kami datang dari Aceh negeri
Tiada bermaksud suatu peri
Berhenti disini kadar sehari

Supaya tuan mengetahui terang
Kami nan hendak pergi berperang
Ke Deli tua hendak menyerang
Membawa laskar beribu orang

Penghulu pasar mendengar katanya
Rasa tak senang dalam hatinja
Warta dipersembahkan pada rajanya
Khabar angkatan dengan maksudnya

Kata orang empunya madah
Laskar Aceh naiklah sudah
Barisnya beratur terlalu indah
Orang menonton riuh dan rendah

Alat senjatanya jangan dikata
Tombak dan pedang, perisai bergenta
Senapan dan meriam lengkap semata
Laskar sebagai semut melata

Setelah beratur baris semuanya
Lalu berjalan sekalian orangnya
Gegap gempita bunyi bahananya
Seperti guruh konon suaranya

Berjalan konon sekalian laskar
Menempuh padang hutan belukar
Kayu-kayuan banyak terbongkar
Rumputpun kering bagai dibakar

Terkejut segala binatang hutan
Semuanja lari berlompat-lompatan
Sekaliannya itu dengan ketakutan
Disangkanya suara jin dan setan

Angkatan berjalan beberapa hari
Menempuh padang hutan berduri
Dengan pertolongan khaaliqul bahri
Sampailah ke Deli tua negeri

Berhentilah laskar diluar negeri
Beberapa khaimah lalu terdiri
Keliling tempat semua dipagari
Supaya sukar musuh menghampiri

Setelah selesai kerja semuanya
Lalu dikhabarkan pada rajanya
Baginda mendengar suka hatinya
Akan kesetiaan segala laskarnya

Bagindapun lalu bermusyawarat
Bermaksud hendak berkirim surat
Ke Deli tua disampaikan hasrat
Supaya tidak kekurangan syarat

Diperbuat surat diberikan pahlawan
Dititahkan pergi tiga sekawan
Panglima menyembah raja bangsawan
Berjalan bersama teman dan kawan

Setelah sampai kepintu kota
Penunggu pintu didapatkan serta
Dikhabarkan maksud dengannya warta
Hendak menghadap duli sang nata

Merekapun dibawa kebalairung sari
Kehadapan raja mahkota negeri
Apabila sampai suratpun diberi
Kepada datuk bentara kiri

Bentara bertanya suaranya kaku
Dari mana datang tuan saudaraku
Maka begini tingkah dan laku
Janggal, canggung, serta kaku

Pahlawan menjawab, seraya berkata
Dari Aceh datangnya beta
Jika hendak tahukan warta
Bacalah surat, supaya nyata

Surat dibuka bentara kiri
Dibaca dihadapan mahkota negeri
Membaca surat sambil berdiri
Suaranya nyaring tiada terperi

Begini konon bunyi suratnja
Pertama memuji kebesaran kerajaannya
Raja Atjeh besar takhtanya
Datang membawa beribu laskarnya

Beratus pendekar hulubalang menteri
Lasykarpun banjak tiada terperi
Adapun maksud datang kemari
Hendak merampas tuan putri

Waktu dahulu kami meminta
Dengan lemah lembut kami berkata
Beberapa banyak membawa harta
Tiada berhasil juga semata

Disuruh kembali semua utusan
Beserta dengan segala bingkisan
Sekarang ini terima balasan
Putri diambil dengan kekerasan

Jika tiada hendak berperang
Baiklah putri serahkan sekarang
Kalau tiada, tentu diserang
Kota dijadikan abu dan arang

Raja Deli tua dua saudara
Gagah berani sudahlah ketara
Silakan keluar dengannya segera
Mengadu sekalian Rakyat tentara

Begitulah konon bunyi suratnya
Baginda mendengar sangat marahnya
Merah padam warna mukanya
Tetapi dapat disamarkannya

Baginda bertitah gemetar suara
Aduhai utusan Aceh negara
Kembalilah engkau dengannja segera
Esok hari mengadu tentera

Keluar juga aku berperang
Baiklah siap kamu sekarang
Rakyatpun banyak tiadalah kurang
Boleh dilihat mana yang garang

Demi mendengar baginda berperi
Pahlawan Aceh merasa ngeri
Merekapun lalu bermohon diri
Pergi menghadap raja sendiri

Setelah sampai ia ketempatnya
Lalu dikhabarkan kepada rajanya
Akan jawaban surat dibawanya
Baginda mendengar geram hatinya

Tersebut kisah dalam istana
Baginda mufakat dengan sempurna
Menghimpun laskar dimana-mana
Dengan seketika menderu bahana

Segala pahlawan bangsa berani
Berkendaraan di atas kuda semberani
Memakai baju besi kursani
Peluru senapang boleh tertahani

Setelah hari sianglah tentu
Lengkaplah sudah semuanya itu
Keluarlah lasykar dari kota batu
Akan berperang membela ratu

Apabila sampai ketengah padang
Kedua pihak sama berpandang
Serunai ditiup dipalu gendang
Masing-masing lasykar menghunus pedang

Tempik dan sorak tiada terperi
Segala pahlawan menyerbukan diri
Beramuk-amukan kian kemari
Gajah menderam, kuda berlari

Mereka berperang terlalu amat
Berbunuh-bunuhan tiada terhemat
Banyak terhantar majatyja umat
Gemuruh sebagai akan kiamat

Perangnya keras tiada terkira
Banyaklah laskar mendapat cedera
Segala pahlawan Aceh negara
Sebagai harimau kena penjara

Berperang itu ada seketika
Banyaklah orang mati dan luka
Kedua pihak bersama murka
Mati dan hidup tiada direka

Setelah hari petanglah pesti
Kedua pihak lalu berhenti
Masing-masing tempat lalu didapati
Dikuburkan segala mana yang mati

Kata orang empunja peri
Begitulah keadaan setiap hari
Sangatlah susah didalam negeri
Musuh mengepung kanan dan kiri

Sungguhpun keadaan serupa itu
Kalah dan menang belumlah tentu
Raja Aceh susah bukan suatu
Karena tiada mendapat bantu

Setelah genap tiga puluh hari
Raja Aceh menghimpunkan menteri
Tipu muslihat hendak dicari
Supaya kalah Deli negeri

Setelah berhadir sekaliannya itu
Lalulah bertitah paduka ratu
Aduhai wazir, menteri sekutu
Carilah ikhtiar supaya tentu

Jika keadaan sebagai sekarang
Kalah dan menang belumlah terang
Banyaklah mati panglima perang
Akhirnya kita ditawan orang

Jika berperang cara begini
Tentulah banjak laskar yang fani
Serangan musuh tiada tertahani
Karena mereka sangat berani

Cobalah cari tipu dan daya
Supaya musuh kena perdaya
Padamu sekalian aku percaya
Asalkan jangan berbuat aniaya

Mendengar titah raja sendiri
Masing-masing tunduk berdiam diri
Tipu muslihat juga dipikiri
Akan mengalahkan Delitua negeri

Ada seketika berdiam diri
Berdatang sembah seorang menteri
Ampun tuanku mahkota negeri
Suatu ikhtiar patik memberi

Sebagai tuanku maklumlah sudah
Negeri ini kotanya indah
Pagarnya tinggi bukannya rendah
Memasuki dia tentu tak mudah

Tambahan laskarnya gagah perkasa
Takut dan gentar tiada merasa
Semuanya perkasa senantiasa
Berani mati atau binasa

Ikhtiar patik sebuah saja
Penawan Delitua empunya raja
Tak usah banjak pakai belanda
Ataupun pedang bermata waja

Pengaruh uang kita cobakan
Kedalam meriam kita isikan
Kepada laskarnya kita tembakkan
Tentulah mereka akan memperebutkan

Baginda mendengar sembah menteri
Hatinya suka tiada terperi
Kelihatan mukanya berseri-seri
Ikhtiar demikian sangat digemari

Setelah sudah berkata-kata
Baginda menjamu sekalian rata
Tua dan muda adalah serta
Berapa banyak mengeluarkan harta

Jauh malam sudahlah hari
Masing-masing lalu bermohon diri
Pergi kembali ketempat sendiri
Pekerjaan esok juga dipikiri

Waktu hari sudahlah terang
Genderangpun lalu dipalu orang
Bersiaplah segala pahlawan garang
Kepada musuh hendak menyerang

Ringgit dibawa dalam kereta
Ada kira-kira seperempat juta
Meriam yang besar adalah serta
Karena hendak merampas kota

Apabila sampai ketengah medan
Kedua pihak lalu berpadan
Berperang sebagai orang edan
Tiada sayang nyawa dan badan

Bedil berbunyi suara menderu
Sebagai hujan datang peluru
Laskar sebagai binatang diburu
Gemuruh bunyinya tempik dan seru

Waktu orang berperang itu
Raja Aceh ada disitu
Berhenti pada tempat suatu
Empat menteri jadi pembantu

Meriam yang besar dekat baginda
Beberapa orang sedang menunda
Sepuluh karung ringgitpun ada
Dipikul oleh khadam biduanda

Kedalam meriam ringgit diisikan
Ketengah padang lalu dihadapkan
Sumbu ditaruh lalu dibakarkan
Bunyinya dahsyat tiada terperikan

Ditengah padang ringgit bertebar
Orang melihat hati berdebar
Banyaklah sudah merasa tak sabar
Memegang pedang hatinya hambar

Sebab melihat demikian pekerti
Datanglah tamak didalam hati
Tiada lagi pedulikan mati
Asalkan uang boleh didapati

Laskar Delitua nyata kelihatan
Kesana kemari berlompat-lompatan
Memungut uang berebut-rebutan
Hatinya suka bukan buatan

Karena mereka tiada melihat
Akan musuhnya punya muslihat
Lagi pikiran belumlah sehat
Tiada memikirkan baik dan jahat

Begitulah kebanyakan orang sekarang
Melihat uang matanya terang
Meskipun lehernya akan diparang
Berani lenyap, setianya kurang

Orang Aceh melihat begitu
Hatinya suka bukan suatu
Tipunya berhasil sudahlah tentu
Tiadalah perlu meminta bantu

Demikianlah hal sehari-hari
Laskar Deli tua banjak yang lari
Ada yang masuk kedalam puri
Persembahkan kepada raja sendiri

Demi baginda mendengar warta
Iapun sangat berduka cita
Dalam hatinya sudahlah njata
Tentulah musuh memasuki kota

Dengan hati gundah gulana
Begindapun masuk kedalam istana
Berjumpakan saudara muda teruna
Hendak memberi nasihat sempurna

Setelah sampai kedalam istananya
Putri Hijau lalu dipanggilnya
Bersama dengan saudara bungsunja
Lalu berkata dengan masygulnya

Aduhai adinda emas juwita
Dengar kiranya kakanda berkata
Jika kalah perangnya kita
Jangan adinda berduka cita

Serahkan kota bersama diri
Kepada radja Aceh bestari
Moga-moga ditolong khaaliqulbahri
Tiadalah mendapat bahaya ngeri

Tetapi satu harus dipohonkan
Kepadanya minta buatkan
Sebuah keranda kaca berlapiskan
Kedalam itu minta masukkan

Apabila sudah sampai kenegerinya
Suruh himpunkan semua rakyatnya
Masing-masing dengan persembahannya
Bertih segenggam, sebiji telurnya

Bila semuanya sudah dikumpulkan
Kedalam laut suruh buangkan
Bakarlah kemenyan serta doakan
Dengan kakanda minta pertemukan

Jika ditolong Tuhan yang satu
Bertemulah kita ketika itu
Yang lain jangan harap membantu
Sudahlah permintaan kita begitu

Baginda berkata dengan masygulnya
Bercucuran dengan air matanya
Kedua saudara dipeluk diciumnya
Sangatlah pilu siapa melihatnya

Setelah baginda berkata-kata
Keluarlah ia dari dalam kota
Kemana tujunya tiadalah nyata
Seorangpun tiada tahukan warta

Tinggallah putri dua saudara
Hatinya pilu tiada terkira
Keduanya menangis perlahan suara
Terkenangkan perkara mahkota negara

Pada adiknya puteri berkata
Aduhai adinda cahaya mata
Sekarang apa bicara kita
Musuh nan hampir memasuki kota

Pada pikiran kakanda sendiri
Baiklah kita segera lari
Kedalam hutan menjembunyikan diri
Sebelum musuh sampai kemari

Adinda menjawab suaranya pilu
Wahai kakanda junjungan hulu
Baiklah kakanda sabar dahulu
Adinda berikhtiar menuntut malu

Didalam istana kakanda menanti
Tetapkan pikiran didalam hati
Jika adinda tiada mati
Selamatlah kita dengan seperti

Putri mendengar kata adiknya
Sangatlah pilu rasa hatinya
Lalu menyapu air matanya
Masuklah ia kedalam peraduannya

Menangislah ia tersedu-sedu
Suaranya manis terlalu merdu
Sebagai bunyi buluh perindu
Makin didengar bertambah rindu

Tinggallah adiknya ditengah istana
Dengan hati gundah gulana
Pikirannya melajang kesini sana
Memikirkan ikhtiar penolak bencana

Ia termenung dalam ma’rifat
Pikirannya melayang kelain tempat
Hendak dipandang tiada sempat
Dengan seketika berubah sifat

Sudah kehendak Tuhan yang satu
Sifatnya berubah ketika itu
Menjadi meriam nyatalah tentu
Pada laskarnya jadi pembantu

Ia menembak bersungguh hati
Seketikapun tiada lagi berhenti
Orang Aceh banyaklah mati
Kena peluru meriam yang sakti

Merekapun undur perlahan-lahan
Karena tiada dapat menahan
Ditengah padang jatuh berebahan
Tersiar-siar semacam bahan

Putri Hijau tersebut kissah
Dalam peraduan berkeluh kesah
Karena hatinya sangatlah susah
Bantal kepalanya habislah basah

Sangatlah susah rasa hatinya
Memikirkan akan untung nasibnya
Tambahan terkenangkan ayah bundanya
Bagaikan remuk rasa anggotanya

Hari malam bulan mengembang
Hatinya makin bertambah bimbang
Terkenangkan ayah, bunda, dan abang
Jika bersayap maulah terbang

Jauh malam sudahlah hari
Keluarlah ia ketengah puri
Keliling tempat adiknya dicari
Tiadalah jua bertemu diri

Herannya ia bukan suatu
Melihat keadaan serupa itu
Saudaranya hilang tiada bertentu
Hanyalah meriam ada disitu

Iapun lalu kembali kedalam
Merebahkan diri diatas tilam
Sehingga sampai semalam-malam
Pikirannya masih merasa kelam

Kata orang empunya cerita
Waktu hari sianglah nyata
Datanglah musuh mengepung kota
Lengkap dengan alat senjata

Begitulah juga meriam keramat
Ia menembak terlalu amat
Bagaikan dunia hendak kiamat
Banyaklah musuh tiada selamat

Dengan kehendak Tuhan yang kaya
Menunjukkan kodrat iradatnya dia
Meriam itupun habislah daya
Menjadi hina orang yang mulia