SYAIR PUTRI HIJAU 4
BAGIAN V: MEMINANG PUTRI HIJAU
Ditetapkan pikiran di dalam diri
Hendak meminang tuannya putri
Dikhabarkan kepada wazir dan menteri
Menyuruh melengkapi kapal sendiri
Karena baginda hendak berpesan
Ke Deli tua mengirim utusan
Meminang putri muda yang sopan
Supaya tiada harap-harapan
Setelah kapal sudah dihiasi
Semua kurung telah dikemasi
Bekal-bekalan lalu diisi
Cukup dengan nachoda, kelasi
Orang tua-tua adalah serta
Mana yang diharap duli mahkota
Ke Deli tua membawa warta
Menyampaikan maksud didalam cita
Setelah kelengkapan sedia belaka
Sauh ditarik layar dan jangka
Kapal melancar di Selat Melaka
Hilang dimata dengan seketika
Kapal berlayar siang dan malam
Menempuh lautan yang amat dalam
Dipukul gelombang timbul tenggelam
Di Selat Melaka sebagai menyelam
Angin kencang gelombangpun besar
Hari panas sebagai dibakar
Temberang berdengung, kemudi berkisar
Banyaklah mabuk segala lasykar
Berlayar tiada berapa antara
Nampaklah pesisir pulau Sumatera
Laskarpun suka tiada terkira
Didalam pelayaran selamat sejahtera
Lajunya kapal bukan buatan
Berlayar menyusur tepi daratan
Berkibar bendera haluan buritan
Labuhan deli jadi tepatan
Kapal berhenti sauh diturunkan
Gemuruh meriam orang tembakkan
Orang dipasar yang mendengarkan
Musuh menyerang mereka sangkakan
Mendengar meriam gemuruh dikuala
Hati syahbandar berdebar pula
Dalam sekoci ia tersila
Berdayung segera jadi kepala
Beberapa orang ada sertanya
Kekuala negeri sampai ianya
Dilihatnya kapal sangat besarnya
Sangatlah heran rasa hatinya
Kepada kapal iapun dekat
Memberi hormat tangan diangkat
Lalulah naik tangga bertingkat
Pergi mendapatkan nakhoda berpangkat
Kepada nakhoda ia bertanya
Kapal ini dari mana datangnya
Apakah sebab mula karenanya
Memasang meriam gemuruh bahannya?
Nakhoda menjawab lancar berkata
Aduhai saudara, syahbandar yang po’ta
Kami dari Aceh membawa warta
Bukannya hendak melanggar kota
Kami ini dititah sultan
Kehadirat sultan Deli dengan kehormatan
Membawa bingkisan emas dan intan
Cahanya memancar berkilat-kilatan
Kami belajar amatlah jarang
Adat lembaga belumlah terang
Alpa dan khilaf banyak bersarang
Ampun dan maaf janganlah kurang
Jikalau tuan ada kasihan
Beserta pula dengan kemurahan
Haraplah kami dapat bantuan
Membawa kami masuk pelabuhan
Syahbandar mendengar kata nakhoda
Barulah senang didalam dada
Takut dan ngeri sudah tiada
Diatas kapal bergurau senda
Setelah petang sudahlah hari
Syahbandarpun lalu bermohon diri
Turun kedalam sekoci sendiri
Bersama wazir dan menteri
Kemudian sekoci lalu disurung
Beberapa kelasi duduk berdayung
Seorang tiada berhati murung
Sekocipun laju umpama burung
Setelah sampai kedalam kota
Semua utusan dipersilahkan serta
Masuk kerumah syahbandar kita
Lalu dijamunya sekalian rata
Sampai pada keesokan hari
Utusanpun lalu bermohon diri
Hendak pergi kedalam negeri
Mennyampaikan pesan raja bestari
Membawa kami masuk pelabuhan
Syahbandar mendengar kata nakhoda
Barulah senang didalam dada
Takut dan ngeri sudah tiada
Diatas kapal bergurau senda
Setelah petang sudahlah hari
Syahbandarpun lalu bermohon diri
Turun kedalam sekoci sendiri
Bersama wazir dan menteri
Kemudian sekoci lalu disurung
Beberapa kelasi duduk berdayung
Seorang tiada berhati murung
Sekocipun laju umpama burung
Setelah sampai kedalam kota
Semua utusan dipersilahkan serta
Masuk kerumah syahbandar kita
Lalu dijamunya sekalian rata
Sampai pada keesokan hari
Utusanpun lalu bermohon diri
Hendak pergi kedalam negeri
Mennyampaikan pesan raja bestari
Syahbandar menghormati kurang tiada
Lalu disediakan gajah dan kuda
Makan-makanan mana yang ada
Tanda ikhlas didalam dada
Syahbandar lalu mengucapkan selamat
Utusanpun tunduk memberi hormat
Beberapa pujian yang mulia amat
Sebagai bertemu wakil keramat
Setelah sudah berkata-kata
Utusanpun lalu naik kereta
Syahbandar mengantar dengannya mata
Rasanya hendak bersama serta
Utusan berjalan kedalam negeri
Kudanya kencang tiada terperi
Kereta kendaraan sebagai menari
Ditarik kuda sambil berlari
Berkat keramat sultan mahkota
Utusanpun tiada mendapat leta
Sampailah ia bersama serta
Ke Deli tua di ibukota
Merekapun masuk perlahan-lahan
Hendak menghadap raja pilihan
Beberapa banyak membawa persembahan
Umpama pohon bersama dahan
Setelah sampai kepintu kota
Penunggu pintu didapatkan serta
Lalu mengabarkan hal dan warta
Hendak menghadap raja mahkota
Penunggu pintu mendengar itu
Iapun pergi menghadap ratu
Persembahkan warta yang telah tentu
Utusan Aceh datang kesitu
Baginda mendengar sembah biduanda
Sangat terkejut di dalam dada
Dengan perlahan ia bersabda
Suruhkan kemari jangan tiada
Penunggu pintu lalulah pergi
Kepada utusan bertemu lagi
Disampaikan titah raja yang tinggi
Serta keterangan ada dibagi
Utusanpun masuk kedalam istana
Diiringkan oleh menteri perdana
Pergi menghadap raja yang gana
Tunduk menyembah dengan sempurna
Tunduk menyembah merendahkan diri
Dihadapan raja mahkota negeri
Dengan perlahan ia berperi
Menyebutkan asal dan nama negeri
Dengan hormat utusan berkata
Ampun tuanku duli mahkota
Dari Aceh datangnya beta
Dititahkan oleh duli mahkota
Kami dititahkan oleh baginda
Menyampaikan ikhlas didalam dada
Membawa persembahan mana yang ada
Harap diterima jangan tiada
Persembahanpun tidak dengan seperti
Hanyalah ikhlas didalam hati
Kepada tuanku raja yang sakti
Mudah-mudahan Allah berkati
Adapun maksud raja terbilang
Pada tuanku wajah gemilang
Jika tiada suatu menghalang
Memohonkan mestika cahaya cemerlang
Mestika yang besar didalam negeri
Cahayanya terang kesana kemari
Memberi asyik dewa dan peri
Mahal didapat, sukar dicari
Itulah dipohonkan oleh baginda
Pada tuanku usul yang syahda
Tulus dan ikhlas didalam dada
Harapkan kurnia jangan tiada
Demi baginda mendengar khabar
Hatinya guncang darah berdebar
Tetapi baginda raja yang sabar
Dibawa mengucap Allahu akbar
Baginda bertitah perlahan suara
Aduhai utusan Aceh negara
Hatiku suka tiada terkira
Sultan mengaku jadi saudara
Adapun akan kehendaknya itu
Jika ada Allah membantu
Haraplah bersabar sedikit waktu
Maksud baginda terkabullah tentu
Mestika itu adalah sudah
Mendapat dia tentulah mudah
Janganlah baginda berhati gundah
Kepada ia tentu berpindah
Begitulah saja kami beperi
Sabarlah utusan kadar dua hari
Semoga-moga ada Allah memberi
Dengan segeranya kami khabari
Utusan mendengar titahnya sultan
Hatinja suka bukan buatan
Sebagai mendapat segunung intan
Mukanya bercahaya nyata kelihatan
Setelah sudah berkata-kata
Utusanpun lalu bermohon rata
Pada baginda raja mahkota
Hendak berhenti diluar kota
Apabila utusan sudah berlalu
Hati baginda merasa pilu
Sendi dan tulang rasanya ngilu
Terkenangkan kehendak Aceh penghulu
Baginda masuk kedalam puri
Hendak bertemu saudara sendiri
Menceritakan utusan Aceh negeri
Supaya bersama boleh memikiri
Tatkala baginda masuk kedalam
Putri Hijau sedang menyulam
Wajahnya bersih umpama nilam
Sebagai bulan diwaktu malam
Apabila putri melihat saudara
Iapun berdiri dengannya segera
Hormatnya tiada lagi terkira
Pada saudaranya raja negara
Diambil puan lalu disorongkan
Dengan menyembah kepala ditundukkan
Bagindapun duduk sambil bertelekan
Sirih dipuan lalu dimakan
Lalu bermadah tuannya putri
Ampun kakanda mahkota negeri
Apakah maksud kakanda kemari
Makanya datang begini hari
Bagindapun lalu menjawab kata
Aduhai adinda usul yang po’ta
Sebabpun maka kemari beta
Adalah sedikit membawa warta
Sebelumnya kakanda berkata begitu
Khabar nan sukar bukan suatu
Dari Aceh datangnya itu
Utusan dari seorang ratu
Supaya maksud menjadi terang
Baiklah kakanda ceriterakan sekarang
Adindaku sudah dipinang orang
Raja yang besar ditanah Seberang
Utusan Aceh datang kemari
Ada berhenti diluar negeri
Menantikan khabar sehari-hari
Dari kakanda seorang diri
Oleh sebab itu aduhai adinda
Berilah tahu pada kakanda
Sudikan adinda atau tiada
Bersuamikan sultan yang masih muda
Harap kakakanda bukan seperti
Pada adinda emas sekati
Permintaanya baik kita turuti
Supaya ia bersenang hati
Karena adinda sudah remaja
Janganlah lagi berhati manja
Kehendak kakanda turutlah sadja
Supaya selamat sebarang kerja
Demi putri mendengar cerita
Tunduk diam tiada berkata
Sambil bercucuran airnya mata
Hatinya sebal tiada terderita
Ia berkata perlahan-lahan
Suaranya merdu tertahan-tahan
Ampun kakanda raja pilihan
Bersuami nan belum ada perasaan
Nama bersuami ampunlah patik
Karena pengetahuan belum setitik
Belum mengetahui bunga dan putik
Tak dapat membedakan sutra dan batik
Pengharapan patik selama ini
Kepada Allah Tuhan subhani
Bersama hidup bersama fani
Dengan kakanda raja yang gani
Selama tiada ayahanda dan bunda
Pikiran adinda sangat tergoda
Semoga-moga ada rahim kakanda
Sudi memelihara diri adinda
Nama bersuami mohonkan dulu
Karena patik bodoh terlalu
Belum mengetahui hilir dan hulu
Akhirnya kakanda mendapat malu
Baginda mendengar sembah adiknya
Sangatlah pilu rasa hatinya
Tunduk termenung berdiam dirinya
Tiadalah lagi banyak katanya
Bagindapun lalu bermohon diri
Berjalan keluar dari dalam puri
Perdi menuju istana sendiri
Hatinya gundah tiada terperi
Setelah hari sianglah tentu
Berangkat kebalai paduka ratu
Utusan Aceh dipersilakan kesitu
Utusan datang dengannya segera
Menghadap baginda raja negara
Hatinya suka tiada terkira
Disangkanya maksud tiadalah cedera
Baginda berkata merdu suara
Aduhai utusan Aceh negara
Pada hamba empunya kira
Baiklah tuan kembali segera
Baiklah tuan segera kembali
Sampaikan salam kebawah duli
Akan kehendak raja asli
Tiadalah dapat hamba kabuli
Semalam sudah hamba ikhtiarkan
Supaya mestika boleh didapatkan
Tetapi Allah belum mengizinkan
Jadilah maksud tiada tersampaikan
Hendakpun hamba akan memaksa
Takutlah pula jadi binasa
Akhirnya kita sesal merasa
Perbuatan tiada usul periksa
Dari sebab itu, aduhai utusan
Bawalah kembali segala bingkisan
Kepada baginda sampaikan pesan
Jangan kiranya murka dan bosan
Salam dan sembah dari pada beta
Kepada baginda raja mahkota
Jangan kiranya berduka cita
Ataupun murka kepada kita
Bukanlah kami empunya salah
Sudahlah dengan kehendak Allah
Tiada boleh kersa sebelah
Haruslah setuju kedua belah
Mendengar titah sultan paduka
Utusanpun sangat merasa duka
Kelihatan pucat warnanya muka
Mendengar begitu ia tak sangka
Ia berkata sambil berdiri
Ampun tuanku mahkota negeri
Jika demikian tuanku berperi
Putuslah harap raja bestari
Harap baginda bukan sedikit
Tinggi dari gunung dan bukit,
Raja umpama kena penyakit
Makin lama tambah menjangkit.
Esoklah patik kembali segera
Kembali menuju Aceh negara
Semoga dijauhkan bala dan mara
Disanalah patik dapat bicara
Setelah sudah berkata-kata
Lalulah utusan bermohon rata
Pergi berjalan keluar kota
Maksudnya hendak berkemaskan harta
Mereka berkemas semalam-malam
Menggulung tikar membungkus tilam
Hatinya sangat gundah didalam
Terkenangkan perkataan duli syah’alam
Setelah hari sianglah tentu
Berangkat utusan darinya situ
Ke Labuhandeli tujunya itu
Hatinya sebal bukan suatu
Tiada saja berpanjang madah
Kenegeri Labuhan sampailah sudah
Kedalam kapal mereka berpindah
Layar ditarik kemudi ditadah
Tiadalah lagi mereka berhenti
Ataupun syahbandar mereka dapati
Karena menurutkan kemurahan hati
Hilang sekalian budi pekerti
Orang melihat demikian itu
Herannya bukan lagi suatu
Kapal berlayar tiada berwaktu
Kabarpun tiada barang suatu
Semuanya orang datang mencela
Melihat adat utusan ter’ala
Kelakuan sebagai orang yang gila
Tiadalah patut menjadi kepala
Sampai disini kisah berhenti
Dengan yang lain pula diganti
Kenegeri Aceh kita lihati
Cerita sultan muda yang sakti
Sejak utusan berlayar pergi
Bagindapun tiada berduka lagi
Sultan berharap petang dan pagi
Supaya maksudnya Allah membagi
Duduklah baginda dengan bersabar
Menunggu utusan membawa kabar
Darah di dada selalu berdebar
Sebagai bendera sedang berkibar
Ada kepada suatu hari
Sedang rembang cahya matahari
Ayam berkokok kanan dan kiri
Baginda semayam dibalairung sari
Baginda dihadap wazir bereda
Serta menteri mana yang ada
Besar, kecil, tua dan muda
Berbuat khidmat pada baginda
Baginda bersabda pada bentara
Lemah lembut bunyi suara
Aduhai mamanda apa bicara
Utusan nan belum kembali segera
Mereka pergi sudahlah lama
Lebih kurang dua purnama
Tiada mendengar warta dan nama
Entahpun aral datang menjelma
Jika begini laku pekerti
Baiklah mamanda pergi lihati
Tiadalah senang didalam hati
Siang dan malam menanti-nanti
Belum habis baginda berkata
Kedengaran meriam gegap gempita
Sekalian yang hadir terkejut rata
Disangkanya musuh melanggar kota
Semuanya memandang kesana kemari
Sambil berkata sama sendiri
Meriam apakah demikian peri
Tiada sebagai sehari-hari
Pada masa ketika itu
Masuk menghadap penunggu pintu
Persembahkan kepada paduka ratu
Kapal Aceh datanglah tentu
Demi baginda mendengar kata
Terlalu suka didalam cita
Hilanglah gundah hati bercinta
Berganti dengan bersuka cita
Baginda bertitah pada bentara
Lemah lembut bunyi suara
Pergilah mamanda menyambut segera
Supaya diketahui sebarang bicara
Bentara menyembah lalulah pergi
Tiadalah ia berlambat lagi
Bajunja hitam berkopiah tinggi
Memegang tongkat hulu bersegi
Kekuala negeri sampai ianya
Naik kekapal dengan segeranya
Kepada kelasi ia bertanja
Utusan Aceh apa kabarnya
Kelasi menjawab dengannya nyata
Tiadalah hamba tahukan warta
Jika hendak bertemu mata
Marilah hamba bawakan serta
Bentara berjalan masuk kedalam
Bertemu dengan waziirul ‘alam
Iapun lalu memberi salam
Menyampaikan titah duli syah ‘alam
Seketika lamanya berkata-kata
Merekapun lalu turunlah serta
Berjalan masuk kedalam kota
Hendak menghadap duli sang nata
Tiadalah lama berjalan itu
Lalu sampai kekota batu
Merekapun masuk menghadap ratu
Lakunya hormat sudahlah tentu
Setelah sampai kedalam kota
Wazir menyembah, lalu berkata
Ampun tuanku raja mahkota
Tiadalah sampai maksudnya kita
Pada raja Deli tua itu
Telah disampaikan pesan sangratu
Tetapi Allah belum membantu
Intan bercahya disangkanya batu
Kehendak tuanku ia tolakkan
Berbagai dalih ia sebutkan
Beserta kabar yang bukan-nukan
Patikpun sangat heran memikirkan
Menyembah patik merendahkan diri
Kepada raja Deli tua negeri
Kata-kata yang manis selalu diberi
Tetapi baginda tiada dengari
Hati patik sangat sebalnya
Melihat hal demikian adanya
Permintaan kita tiada diterimanya
Ia menurutkan kehendak hatinya
Apatah kita empunya salah
Maka baginda berbuat olah
Kebesaran tuanku sudah masyhurlah
Dengan mereka tiadalah kalah
Apa yang kurang kepada kita
Harta benda cukup semata
Uang dan emas beberapa juta
Istimewa pula intan permata
Jika patik pikir menungkan
Sebal rasanya tidak terperikan
Disangkanya tuanku anak-anakan
Boleh saja dipermain-mainkan
Demi baginda mendengar rencana
Mukanya merah gemilah warna
Lakunya marah terlalu bena
Merasa diri kena bencana
Lalu bertitah lakunya murka
Merah padam warnanya muka
Sedikit tiada beta menyangka
Maksud kita ditolak mereka
Aku sangat merasa malu
Kehendak kita tiadalah lalu
Dari pada hidup berhati pilu
Lebih baik mati berkalang hulu
Dari pada hidup tinggal begini
Maulah aku segera fani
Rindu dendam tiada tertahani
Duduk bercinta selaku ini
Jika tak dapat kehendak hati
Baiklah aku fana dan mati
Emas dan perak seribu kati
Semuanya itu menyakitkan hati
Aku hendak pergi sendiri
Akan mengambil tuannya putri
Himpunkan segala hulubalang menteri
Kita berangkat lagi tiga hari
Wazirpun menjawab perlahan suara
Ampun tuanku mahkota negara
Janganlah tuanku perginya segera
Biarlah patik dahulu mara
Apa gunanya menteri hulubalang
Patutlah mereka menjadi galang
Janganlah tuanku berhati walang
Biarlah patik dahulu hilang
Patik dahulu tuan titahkan
Putri boleh patik rampaskan
Dengan hidupnya patik bawakan
Disitulah baru kita balaskan
Setelah didengar raja mahkota
Akan wazir empunja kata
Merasa benar didalam cita
Maulah bersama menentang senjata
Baginda bertitah dengan segera
Aduhai mamanda wazir negara
Janganlah banyak pikir dan kira
Himpunkan segera rakyat tentera
Setelah sudah berperi-peri
Wazirpun lalu memohon diri
Menghimpunkan rakjat kanan dan kiri
Banyak tiada lagi terperi
Kapal kenaikan lalu dihiasi
Alat senjata lalu diisi
Hulubalang Aceh serta kelasi
Gagah melebihi bangsa Habsi
Setelah sampai saat ketika
Sekalian laskar berhimpun belaka
Sangat gembira rupa mereka
Seorangpun tidak berhati duka