Ikhsan Falihi
(PENYAIR PINGGIR KALI)

Sunday, February 4, 2018

SYAIR PUTRI HIJAU 4

SYAIR PUTRI HIJAU 4

BAGIAN V: MEMINANG PUTRI HIJAU

Ditetapkan pikiran di dalam diri
Hendak meminang tuannya putri
Dikhabarkan kepada wazir dan menteri
Menyuruh melengkapi kapal sendiri

Karena baginda hendak berpesan
Ke Deli tua mengirim utusan
Meminang putri muda yang sopan
Supaya tiada harap-harapan

Setelah kapal sudah dihiasi
Semua kurung telah dikemasi
Bekal-bekalan lalu diisi
Cukup dengan nachoda, kelasi

Orang tua-tua adalah serta
Mana yang diharap duli mahkota
Ke Deli tua membawa warta
Menyampaikan maksud didalam cita

Setelah kelengkapan sedia belaka
Sauh ditarik layar dan jangka
Kapal melancar di Selat Melaka
Hilang dimata dengan seketika

Kapal berlayar siang dan malam
Menempuh lautan yang amat dalam
Dipukul gelombang timbul tenggelam
Di Selat Melaka sebagai menyelam

Angin kencang gelombangpun besar
Hari panas sebagai dibakar
Temberang berdengung, kemudi berkisar
Banyaklah mabuk segala lasykar

Berlayar tiada berapa antara
Nampaklah pesisir pulau Sumatera
Laskarpun suka tiada terkira
Didalam pelayaran selamat sejahtera

Lajunya kapal bukan buatan
Berlayar menyusur tepi daratan
Berkibar bendera haluan buritan
Labuhan deli jadi tepatan

Kapal berhenti sauh diturunkan
Gemuruh meriam orang tembakkan
Orang dipasar yang mendengarkan
Musuh menyerang mereka sangkakan

Mendengar meriam gemuruh dikuala
Hati syahbandar berdebar pula
Dalam sekoci ia tersila
Berdayung segera jadi kepala

Beberapa orang ada sertanya
Kekuala negeri sampai ianya
Dilihatnya kapal sangat besarnya
Sangatlah heran rasa hatinya

Kepada kapal iapun dekat
Memberi hormat tangan diangkat
Lalulah naik tangga bertingkat
Pergi mendapatkan nakhoda berpangkat

Kepada nakhoda ia bertanya
Kapal ini dari mana datangnya
Apakah sebab mula karenanya
Memasang meriam gemuruh bahannya?

Nakhoda menjawab lancar berkata
Aduhai saudara, syahbandar yang po’ta
Kami dari Aceh membawa warta
Bukannya hendak melanggar kota

Kami ini dititah sultan
Kehadirat sultan Deli dengan kehormatan
Membawa bingkisan emas dan intan
Cahanya memancar berkilat-kilatan

Kami belajar amatlah jarang
Adat lembaga belumlah terang
Alpa dan khilaf banyak bersarang
Ampun dan maaf janganlah kurang

Jikalau tuan ada kasihan
Beserta pula dengan kemurahan
Haraplah kami dapat bantuan
Membawa kami masuk pelabuhan

Syahbandar mendengar kata nakhoda
Barulah senang didalam dada
Takut dan ngeri sudah tiada
Diatas kapal bergurau senda

Setelah petang sudahlah hari
Syahbandarpun lalu bermohon diri
Turun kedalam sekoci sendiri
Bersama wazir dan menteri

Kemudian sekoci lalu disurung
Beberapa kelasi duduk berdayung
Seorang tiada berhati murung
Sekocipun laju umpama burung

Setelah sampai kedalam kota
Semua utusan dipersilahkan serta
Masuk kerumah syahbandar kita
Lalu dijamunya sekalian rata

Sampai pada keesokan hari
Utusanpun lalu bermohon diri
Hendak pergi kedalam negeri
Mennyampaikan pesan raja bestari


Syahbandar menghormati kurang tiada
Lalu disediakan gajah dan kuda
Makan-makanan mana yang ada
Tanda ikhlas didalam dada

Syahbandar lalu mengucapkan selamat
Utusanpun tunduk memberi hormat
Beberapa pujian yang mulia amat
Sebagai bertemu wakil keramat

Setelah sudah berkata-kata
Utusanpun lalu naik kereta
Syahbandar mengantar dengannya mata
Rasanya hendak bersama serta

Utusan berjalan kedalam negeri
Kudanya kencang tiada terperi
Kereta kendaraan sebagai menari
Ditarik kuda sambil berlari

Berkat keramat sultan mahkota
Utusanpun tiada mendapat leta
Sampailah ia bersama serta
Ke Deli tua di ibukota

Merekapun masuk perlahan-lahan
Hendak menghadap raja pilihan
Beberapa banyak membawa persembahan
Umpama pohon bersama dahan

Setelah sampai kepintu kota
Penunggu pintu didapatkan serta
Lalu mengabarkan hal dan warta
Hendak menghadap raja mahkota

Penunggu pintu mendengar itu
Iapun pergi menghadap ratu
Persembahkan warta yang telah tentu
Utusan Aceh datang kesitu

Baginda mendengar sembah biduanda
Sangat terkejut di dalam dada
Dengan perlahan ia bersabda
Suruhkan kemari jangan tiada

Penunggu pintu lalulah pergi
Kepada utusan bertemu lagi
Disampaikan titah raja yang tinggi
Serta keterangan ada dibagi

Utusanpun masuk kedalam istana
Diiringkan oleh menteri perdana
Pergi menghadap raja yang gana
Tunduk menyembah dengan sempurna

Tunduk menyembah merendahkan diri
Dihadapan raja mahkota negeri
Dengan perlahan ia berperi
Menyebutkan asal dan nama negeri

Dengan hormat utusan berkata
Ampun tuanku duli mahkota
Dari Aceh datangnya beta
Dititahkan oleh duli mahkota

Kami dititahkan oleh baginda
Menyampaikan ikhlas didalam dada
Membawa persembahan mana yang ada
Harap diterima jangan tiada

Persembahanpun tidak dengan seperti
Hanyalah ikhlas didalam hati
Kepada tuanku raja yang sakti
Mudah-mudahan Allah berkati

Adapun maksud raja terbilang
Pada tuanku wajah gemilang
Jika tiada suatu menghalang
Memohonkan mestika cahaya cemerlang

Mestika yang besar didalam negeri
Cahayanya terang kesana kemari
Memberi asyik dewa dan peri
Mahal didapat, sukar dicari

Itulah dipohonkan oleh baginda
Pada tuanku usul yang syahda
Tulus dan ikhlas didalam dada
Harapkan kurnia jangan tiada

Demi baginda mendengar khabar
Hatinya guncang darah berdebar
Tetapi baginda raja yang sabar
Dibawa mengucap Allahu akbar

Baginda bertitah perlahan suara
Aduhai utusan Aceh negara
Hatiku suka tiada terkira
Sultan mengaku jadi saudara

Adapun akan kehendaknya itu
Jika ada Allah membantu
Haraplah bersabar sedikit waktu
Maksud baginda terkabullah tentu

Mestika itu adalah sudah
Mendapat dia tentulah mudah
Janganlah baginda berhati gundah
Kepada ia tentu berpindah

Begitulah saja kami beperi
Sabarlah utusan kadar dua hari
Semoga-moga ada Allah memberi
Dengan segeranya kami khabari

Utusan mendengar titahnya sultan
Hatinja suka bukan buatan
Sebagai mendapat segunung intan
Mukanya bercahaya nyata kelihatan

Setelah sudah berkata-kata
Utusanpun lalu bermohon rata
Pada baginda raja mahkota
Hendak berhenti diluar kota

Apabila utusan sudah berlalu
Hati baginda merasa pilu
Sendi dan tulang rasanya ngilu
Terkenangkan kehendak Aceh penghulu

Baginda masuk kedalam puri
Hendak bertemu saudara sendiri
Menceritakan utusan Aceh negeri
Supaya bersama boleh memikiri

Tatkala baginda masuk kedalam
Putri Hijau sedang menyulam
Wajahnya bersih umpama nilam
Sebagai bulan diwaktu malam

Apabila putri melihat saudara
Iapun berdiri dengannya segera
Hormatnya tiada lagi terkira
Pada saudaranya raja negara

Diambil puan lalu disorongkan
Dengan menyembah kepala ditundukkan
Bagindapun duduk sambil bertelekan
Sirih dipuan lalu dimakan

Lalu bermadah tuannya putri
Ampun kakanda mahkota negeri
Apakah maksud kakanda kemari
Makanya datang begini hari

Bagindapun lalu menjawab kata
Aduhai adinda usul yang po’ta
Sebabpun maka kemari beta
Adalah sedikit membawa warta

Sebelumnya kakanda berkata begitu
Khabar nan sukar bukan suatu
Dari Aceh datangnya itu
Utusan dari seorang ratu

Supaya maksud menjadi terang
Baiklah kakanda ceriterakan sekarang
Adindaku sudah dipinang orang
Raja yang besar ditanah Seberang

Utusan Aceh datang kemari
Ada berhenti diluar negeri
Menantikan khabar sehari-hari
Dari kakanda seorang diri

Oleh sebab itu aduhai adinda
Berilah tahu pada kakanda
Sudikan adinda atau tiada
Bersuamikan sultan yang masih muda

Harap kakakanda bukan seperti
Pada adinda emas sekati
Permintaanya baik kita turuti
Supaya ia bersenang hati

Karena adinda sudah remaja
Janganlah lagi berhati manja
Kehendak kakanda turutlah sadja
Supaya selamat sebarang kerja

Demi putri mendengar cerita
Tunduk diam tiada berkata
Sambil bercucuran airnya mata
Hatinya sebal tiada terderita

Ia berkata perlahan-lahan
Suaranya merdu tertahan-tahan
Ampun kakanda raja pilihan
Bersuami nan belum ada perasaan

Nama bersuami ampunlah patik
Karena pengetahuan belum setitik
Belum mengetahui bunga dan putik
Tak dapat membedakan sutra dan batik

Pengharapan patik selama ini
Kepada Allah Tuhan subhani
Bersama hidup bersama fani
Dengan kakanda raja yang gani

Selama tiada ayahanda dan bunda
Pikiran adinda sangat tergoda
Semoga-moga ada rahim kakanda
Sudi memelihara diri adinda

Nama bersuami mohonkan dulu
Karena patik bodoh terlalu
Belum mengetahui hilir dan hulu
Akhirnya kakanda mendapat malu

Baginda mendengar sembah adiknya
Sangatlah pilu rasa hatinya
Tunduk termenung berdiam dirinya
Tiadalah lagi banyak katanya

Bagindapun lalu bermohon diri
Berjalan keluar dari dalam puri
Perdi menuju istana sendiri
Hatinya gundah tiada terperi

Setelah hari sianglah tentu
Berangkat kebalai paduka ratu
Baginda bertitah ketika itu
Utusan Aceh dipersilakan kesitu


Utusan datang dengannya segera
Menghadap baginda raja negara
Hatinya suka tiada terkira
Disangkanya maksud tiadalah cedera

Baginda berkata merdu suara
Aduhai utusan Aceh negara
Pada hamba empunya kira
Baiklah tuan kembali segera

Baiklah tuan segera kembali
Sampaikan salam kebawah duli
Akan kehendak raja asli
Tiadalah dapat hamba kabuli

Semalam sudah hamba ikhtiarkan
Supaya mestika boleh didapatkan
Tetapi Allah belum mengizinkan
Jadilah maksud tiada tersampaikan

Hendakpun hamba akan memaksa
Takutlah pula jadi binasa
Akhirnya kita sesal merasa
Perbuatan tiada usul periksa

Dari sebab itu, aduhai utusan
Bawalah kembali segala bingkisan
Kepada baginda sampaikan pesan
Jangan kiranya murka dan bosan

Salam dan sembah dari pada beta
Kepada baginda raja mahkota
Jangan kiranya berduka cita
Ataupun murka kepada kita

Bukanlah kami empunya salah
Sudahlah dengan kehendak Allah
Tiada boleh kersa sebelah
Haruslah setuju kedua belah

Mendengar titah sultan paduka
Utusanpun sangat merasa duka
Kelihatan pucat warnanya muka
Mendengar begitu ia tak sangka

Ia berkata sambil berdiri
Ampun tuanku mahkota negeri
Jika demikian tuanku berperi
Putuslah harap raja bestari

Harap baginda bukan sedikit
Tinggi dari gunung dan bukit,
Raja umpama kena penyakit
Makin lama tambah menjangkit.

Esoklah patik kembali segera
Kembali menuju Aceh negara
Semoga dijauhkan bala dan mara
Disanalah patik dapat bicara

Setelah sudah berkata-kata
Lalulah utusan bermohon rata
Pergi berjalan keluar kota
Maksudnya hendak berkemaskan harta

Mereka berkemas semalam-malam
Menggulung tikar membungkus tilam
Hatinya sangat gundah didalam
Terkenangkan perkataan duli syah’alam

Setelah hari sianglah tentu
Berangkat utusan darinya situ
Ke Labuhandeli tujunya itu
Hatinya sebal bukan suatu

Tiada saja berpanjang madah
Kenegeri Labuhan sampailah sudah
Kedalam kapal mereka berpindah
Layar ditarik kemudi ditadah

Tiadalah lagi mereka berhenti
Ataupun syahbandar mereka dapati
Karena menurutkan kemurahan hati
Hilang sekalian budi pekerti

Orang melihat demikian itu
Herannya bukan lagi suatu
Kapal berlayar tiada berwaktu
Kabarpun tiada barang suatu

Semuanya orang datang mencela
Melihat adat utusan ter’ala
Kelakuan sebagai orang yang gila
Tiadalah patut menjadi kepala

Sampai disini kisah berhenti
Dengan yang lain pula diganti
Kenegeri Aceh kita lihati
Cerita sultan muda yang sakti

Sejak utusan berlayar pergi
Bagindapun tiada berduka lagi
Sultan berharap petang dan pagi
Supaya maksudnya Allah membagi

Duduklah baginda dengan bersabar
Menunggu utusan membawa kabar
Darah di dada selalu berdebar
Sebagai bendera sedang berkibar

Ada kepada suatu hari
Sedang rembang cahya matahari
Ayam berkokok kanan dan kiri
Baginda semayam dibalairung sari

Baginda dihadap wazir bereda
Serta menteri mana yang ada
Besar, kecil, tua dan muda
Berbuat khidmat pada baginda

Baginda bersabda pada bentara
Lemah lembut bunyi suara
Aduhai mamanda apa bicara
Utusan nan belum kembali segera

Mereka pergi sudahlah lama
Lebih kurang dua purnama
Tiada mendengar warta dan nama
Entahpun aral datang menjelma

Jika begini laku pekerti
Baiklah mamanda pergi lihati
Tiadalah senang didalam hati
Siang dan malam menanti-nanti

Belum habis baginda berkata
Kedengaran meriam gegap gempita
Sekalian yang hadir terkejut rata
Disangkanya musuh melanggar kota

Semuanya memandang kesana kemari
Sambil berkata sama sendiri
Meriam apakah demikian peri
Tiada sebagai sehari-hari

Pada masa ketika itu
Masuk menghadap penunggu pintu
Persembahkan kepada paduka ratu
Kapal Aceh datanglah tentu

Demi baginda mendengar kata
Terlalu suka didalam cita
Hilanglah gundah hati bercinta
Berganti dengan bersuka cita

Baginda bertitah pada bentara
Lemah lembut bunyi suara
Pergilah mamanda menyambut segera
Supaya diketahui sebarang bicara

Bentara menyembah lalulah pergi
Tiadalah ia berlambat lagi
Bajunja hitam berkopiah tinggi
Memegang tongkat hulu bersegi

Kekuala negeri sampai ianya
Naik kekapal dengan segeranya
Kepada kelasi ia bertanja
Utusan Aceh apa kabarnya

Kelasi menjawab dengannya nyata
Tiadalah hamba tahukan warta
Jika hendak bertemu mata
Marilah hamba bawakan serta

Bentara berjalan masuk kedalam
Bertemu dengan waziirul ‘alam
Iapun lalu memberi salam
Menyampaikan titah duli syah ‘alam

Seketika lamanya berkata-kata
Merekapun lalu turunlah serta
Berjalan masuk kedalam kota
Hendak menghadap duli sang nata

Tiadalah lama berjalan itu
Lalu sampai kekota batu
Merekapun masuk menghadap ratu
Lakunya hormat sudahlah tentu

Setelah sampai kedalam kota
Wazir menyembah, lalu berkata
Ampun tuanku raja mahkota
Tiadalah sampai maksudnya kita

Pada raja Deli tua itu
Telah disampaikan pesan sangratu
Tetapi Allah belum membantu
Intan bercahya disangkanya batu

Kehendak tuanku ia tolakkan
Berbagai dalih ia sebutkan
Beserta kabar yang bukan-nukan
Patikpun sangat heran memikirkan

Menyembah patik merendahkan diri
Kepada raja Deli tua negeri
Kata-kata yang manis selalu diberi
Tetapi baginda tiada dengari

Hati patik sangat sebalnya
Melihat hal demikian adanya
Permintaan kita tiada diterimanya
Ia menurutkan kehendak hatinya

Apatah kita empunya salah
Maka baginda berbuat olah
Kebesaran tuanku sudah masyhurlah
Dengan mereka tiadalah kalah

Apa yang kurang kepada kita
Harta benda cukup semata
Uang dan emas beberapa juta
Istimewa pula intan permata

Jika patik pikir menungkan
Sebal rasanya tidak terperikan
Disangkanya tuanku anak-anakan
Boleh saja dipermain-mainkan

Demi baginda mendengar rencana
Mukanya merah gemilah warna
Lakunya marah terlalu bena
Merasa diri kena bencana

Lalu bertitah lakunya murka
Merah padam warnanya muka
Sedikit tiada beta menyangka
Maksud kita ditolak mereka

Aku sangat merasa malu
Kehendak kita tiadalah lalu
Dari pada hidup berhati pilu
Lebih baik mati berkalang hulu

Dari pada hidup tinggal begini
Maulah aku segera fani
Rindu dendam tiada tertahani
Duduk bercinta selaku ini

Jika tak dapat kehendak hati
Baiklah aku fana dan mati
Emas dan perak seribu kati
Semuanya itu menyakitkan hati

Aku hendak pergi sendiri
Akan mengambil tuannya putri
Himpunkan segala hulubalang menteri
Kita berangkat lagi tiga hari

Wazirpun menjawab perlahan suara
Ampun tuanku mahkota negara
Janganlah tuanku perginya segera
Biarlah patik dahulu mara

Apa gunanya menteri hulubalang
Patutlah mereka menjadi galang
Janganlah tuanku berhati walang
Biarlah patik dahulu hilang

Patik dahulu tuan titahkan
Putri boleh patik rampaskan
Dengan hidupnya patik bawakan
Disitulah baru kita balaskan

Setelah didengar raja mahkota
Akan wazir empunja kata
Merasa benar didalam cita
Maulah bersama menentang senjata

Baginda bertitah dengan segera
Aduhai mamanda wazir negara
Janganlah banyak pikir dan kira
Himpunkan segera rakyat tentera

Setelah sudah berperi-peri
Wazirpun lalu memohon diri
Menghimpunkan rakjat kanan dan kiri
Banyak tiada lagi terperi

Kapal kenaikan lalu dihiasi
Alat senjata lalu diisi
Hulubalang Aceh serta kelasi
Gagah melebihi bangsa Habsi

Setelah sampai saat ketika
Sekalian laskar berhimpun belaka
Sangat gembira rupa mereka
Seorangpun tidak berhati duka